Apa itu Ideologi ?
Suatu saat muncul
pertanyaan pada saat proses pemilihan Pemimpin di suatu kampus, “Ideologi
anda apa?” Maka para calon pemimpin menjawab “Islam”, ada juga yang
“nasionalis”. Mungkin itu dialog imajiner, mungkin juga nyata yang terjadi di
tengah-tengah kita. Tapi tidak ada yang bertanya balik. “Menurut anda ideologi
sendiri itu apa?”. Ideologi, katanya dibentuk dari pemikiran yang berada
dalam kepala ini. Edios dan Logos, atau Konsep dan
pengetahuan. Yang kata Tracy , dengan konsep tentang pengetahuan (sciences
of ideas) ini yang diyakini, sebagai dasar dan pedoman yang dijunjung
tinggi. Senada dengan itu, Descartes mengatakan Inti dari pemikiran
manusia. Mirip dengan F Bacon, Sintesa pemikiran mendasar, namun ia menambahkan
tentang konsep hidup. Lalu dari mana munculnya apa yang disebut pemikiran ini?
“ Weltanschauung” (Jerman) kata
Immanuel Kant (1724 – 1804). Yang artinya persepsi inderawi terhadap dunia (sense
perception of the world). Munculnya ideologi yang seseorang anut, dari apa
yang ada dalam pikirannya memandang sekitarnya. Lalu dipopulerkan istilah weltanschauung oleh
murid-muridnya, J. G Fichte, F W Joseph von Schelling. Merealisasikan
diri memahami alam sekitar yang akhirnya mempengaruhi ideologi yang
di’imani’nya.
Kalangan intelektual pun
mulai menggunakan istilahnya. Ada Schleirmacher, Novalis, para
filsuf seperti J. Paul Sarte, sampai Hegel , dari Gorres sampai Wolfgang.
Mulailah istilah ini diserap oleh berbagai disiplin ilmu. Ada Feurbach dalam
Teologi, Wilhem yang ahli bahasa itu, sampai dua abad kemudian Istilah ini di
pinjam Barat. Dalam bahasa inggrisWeltanschauung ini menjadi Worldview. (The
Worldview of Islam, Adnin Armas, MA mengutip David K Naugle, Worldview :
The History of a Concept ). Ternyata, yang memengaruhi ideologi
memang worldview seseorang. Ya! Cara memandang orang tersebut
terhadap dunia –atau pandangan hidup seseorang.
Makanya, ketika ditanya,
“Ideologi anda apa?”, jawabnya bermacam-macam, karena konsep –konsep memandang
sesuatupun bermacam-macam. Dr. Hamid Fahmy Zakarsy menulis :
“Cara pandang yang
bersumber pada kebudayaan memiliki spektrum yang terbatas pada bidang-bidang
tertentu dalam kebudayaan itu. Cara pandang yang berasal dari agama dan
kepercayaan akan mencakup bidang-bidang yang menjadi bagian konsep kepercayaan
agama itu. Ada yang hanya terbatas pada kesini-kinian, ada yang terbatas pada
dunia fisik, ada pula yang menjangkau dunia metafisika atau alam diluar
kehidupan dunia. Terma yang dipakai secara umum untuk cara pandang ini dalam
bahasa Inggeris adalah pandangan hidup (worldview) atau filsafat hidup (weltanschauung)
atau weltansicht(pandangan dunia).” (Makalah Diskusi
Sabtuan INSIST, Pandangan Hidup dan Tradisi Intelektual Islam) .
The Oxford English
Dictionary mendefinisikan welthanschauung sebagai sebuah filsafat
khusus atau “pandangan tentang kehidupan”. Jadi, yang mempengaruhi
ideologi seseorang adalahworldviewnya. Konsepsi sebuah individu
atau kelompok (a particular philosophy or view of life; concept of the world
held by an individual or a group).
Kalau ada calon pemimpin
yang menjawab Islam. Artinya, secara logis, pemikirannya di pengaruhi oleh
Islam. Beda dengan Barat, Timur, Kiri, dll. Ketika menjawab Ideologi Islam,
artinya framework(kerangka berpikir) tentang Islam
terkonsrtuksi dan dimulai dari worldview Islam yang berasal
dari sumber-sumber kalangan Islam. Sayyid Qutb menyebutnya Tathawur
Islami. Ada juga istilah Mabda, bagi Alif Zain.
Prof. Al Attas, mengistilahkan Ru’yatul Islam lil wujud (Islamic
Worldview). Begitupun jika ada yang menjawab sosialis, misalnya.
Pandagan dunia (worldview) Marx – Lenin sangat berpengaruh. David
K Naugle menulis:
“Its origin coincided
with the appearance of the workers’ revolutionary movement. Marxist – Leninist worldview is
a power full tool for the revolutionary transformation of the world. It’s one
of the desicive forces that organizes people in the struggle for socialism and
communism. In the contemporary world there is an acute struggle between two
opposing world views. – the communist and the bourgeois. The influence of
Marxism-Leninism, which triumphs through the strength of truth and the validity
of its consistently scientific premises, is growing during this struggle” (Worldview:
History of the Concept)
Para pengkaji peradaban,
filsafat, sains dan agama kini telah banyak yang menggunakan worldviewsebagai
matrik atau framework (kerangka kerja) . Dari worldview inilah
lahir konsep-konsep sebagaiframework yang digunakannya. Kata Ninian
Smart, seorang pakar perbandingan agama, worldviewadalah
kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang
berfungsi sebagai motor keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral”. Mirip
dengan ideologi itu sendiri. Thomas F Wall, dalam bukunya “Thinking”,
mengatakan worldview sendiri sebagai sistem asas yang integral
tentang hakekat diri kita, realitas, dan makna eksistensi “ Adanya penambahan
beberapa poin. Prof. Alparslan Acikgence, menegaskan worldview sebagai
asas bagi setiap perilaku manusia. Semuanya dapat dilacak dalam pandangan
hidupnya. Worldview memang tidak dapat dipisahkan dengan
Ideologi seseorang.
Lalu dari mana
dibentuknya worldview ini. Ini bagaikan lingkaran setan.
Ideologi-worldview- proses pembentukan – ideologi. Banyak lapisan
makna didalam worldview. Membahas worldview bagaikan
berlayar kelautan tak bertepi (journey into landless-sea) kata Nietsche.
Makanya untuk memutusnya, Para ahli sepakat nampaknya, kata worldview ini
selalu di tambahkan predikat kultural. Jadilah istilahWestern Worldview,
Islamic worldview, Christian Worldview, Medieval
Worldview, Scientific Worldview, Modern worldview, seculer worldview, dll semuanya
memiliki cara pandang yang berbeda-beda dan ekslusif. (Dr. Hamid Fahmy
Zakarsy, worldview, Jurnal ISLAMIA thn 2 no 5 April hal 118)
Mulai dari situlah
muncul ideologi. Menurut Ahli Filsafat ini, Thomas F Wall, suatu
pandangan hidup ditentukan oleh pemahaman individu terhadap enam bidang
pembahasan yaitu Tuhan, Ilmu, realitas, Diri, etika, masyarakat. Sikap individu
terhadap enam masalah pokok inilah yang menentukan worldview seseorang.
Ia mengatakan
It (belief in God’s
existence) is very important, perhaps the most important element in any
worldview. First if we do believe that God exists, then we are more likely to
believe that there is a plan and a meaning of life, If we are consistent, we
will also believe that the source of moral value is not just human convention
but divine will and that God is the highest value. Moreover, we will have to
believe that knowledge can be of more than what is observable and that there is
a higher reality – the supernatural world. ..if on the other hand, we believe
that there is no God and that there is just this one world, what would we then
be likely to believe about the meaning of life, the nature of ourselves, and
after life, the origin of moral standards, freedom and responsibility and so on (Thomas
F Wall, Thinking About Philosophical Problem p. 60)
Thomas F Wall,
mengistilahkan percaya pada Tuhan adalah sangat penting dan mungkin
elemen terpenting dalam pandangan hidup manapun. Pertama, jika kita
percaya bahwa Tuhan itu ada, maka kita akan mengetahui dari Tuhan tentang arti
dan tujuan hidup kita. Kemudian, kita akan tahu bahwa sumber moralitas adalah
dari Tuhan, bukan sekedar kesepakatan manusia. Tuhan adalah suatu eksistensi
dengan nilai mutlak tertinggi. Dan kita mempercayai bahwa ada eksistensi yang
lebih tinggi yaitu alam metafisik. Sebaliknya, jika kita tidak percaya pada
Tuhan dan alam itu hanya satu, apakah kita akan memercayai hakikat kehidupan?
Arti hidup, hakekat diri kita, sumber standar moralitas , kebebasan, tanggung
jawab, dan lain-lain, Kata Thomas F Wall dalam bukunya yang sangat fenomenal ,
yang di gelari Profesor Filsafat abad ini.
Kutipan diatas
menjelaskan adanya kaitan antara worldview dengan realitas,
ilmu dan moralitas. Secara konseptual hubungan pandangan hidup dengan
epistemologis (konsep keilmuan) melibatkan penjelasan tentang
prinsip-prinsip ontologi (hakikat sesuatu) , kosmologi (struktur) dan aksiologi
(perbuatan)
Jadi, ideologi kaum
atheis. Berbeda dengan ideologi kaum agamis. Ideologi sosialis, dengan
kapitalis tentunya bebeda. Humanis dengan Agamis tentunya berbeda. Liberal
dengan Nasionalis tentunya berbeda, Jadi jangan heran, mereka seolah-olah nggak bisa
akur secara pemikiran. Sebabworldview-nya saja sudah beda. Kata Prof.
Alparslan, setidaknya konsep-konsep yang berseliwerandalam
pikirannya, membentuk framework, seperti konsep ilmu, konsep
kehidupan, manusia, dunia, dan nilai. Inilah worldview seseorang,
memandang konsepsi tentang hal-hal tersebut. Inilah yang membentuk Ideologi.
Maka, aneh jika ada
ungkapan, “kalau anda mau objektif anda harus keluar dari (cara pandang) Islam”
. Katanya, “ Menilai sesuatu harus objektif, jangan membawa-bawa Ideologi”. Tapi
hal ini aneh karena kita ketahui ”If you get out of Islamic
framework I will be epistemologically no longer Muslim”. Cacat
epistemologi!. Setiap Ideologi, memilik framework sendiri.
Memahami Islam, nggak bisa dengan framework Barat. Jika
memahami Islam dengan alam pikiran sekuler, bisa jadi Qur’an manifesto
sekulerisasi ala mereka. Makanya, kata Sayyed Hossein Nasr, setiap ideologi
tidak bisa saling memakai framework ideologi lainnya.
Begitulah, jika realitas realitas objek dipisahkan dari alam pikiran subjek,
jika realitas data dan fakta tidak diselaraskan dengan realitas alam pikiran
manusia (worldview), maka akan menjadi sesuatu yang hampa, bahkan tidak
bermakna.
Maka, tidak perlu aneh,
jika ada pertanyaan “Menurut ANDA, agama lain salah atau tidak? “ Jika dia
ber-ideologi, maka ia akan menjawab tegas, antar alam pikiran dan yang ia
ucapkan sama, “Menurut saya, agama lain salah, dan agama saya yang benar.”
Tapi, bagi yang memisahkan objek dan worldview, akan Kontradiktif,
plinplan, kurang PD, mungkin ia menjawab, “Menurut agamanya sih benar, atau
mungkin menurut dia benar” . Subjek dan objek dipisahkan secara paksa, agar
bisa objektif, maka saya (subjek) harus memisahkan diri dari objek.
Akhirnya terjadi relativisme, ini yang kata Derida, inilah era post
wordview. Tapi untuk orang seperti ini, mungkin ia lupa, yang ditanya
adalah dirinya, bukan objek tersebut. Karenanya, Ideologi tidak terpisahkan
dalam diri seseorang.
Pancasila adalah
Ideologi ?
Ideologi merupakan cara
pandang, pemikiran awal, atau ide dasar dan menyeluruh yang menjadi motivasi
kepada seseorang untuk melakukan sebuah perubahan yang revolusioner. Menurut
Taqiyuddin An-Nabhani bahwa ideologi merupakan aqidah aqliyah yang memancarkan
seluruh peraturan. Oleh karena itu, dikatakan ideologi setidaknya memiliki dua
unsur yaitu: ide dasar dan memancarkan seluruh peraturan.
Pertama, ide dasar (aqidah aqliyah), yaitu merupakan sebuah asas yang menjadi sumber aturan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan. Kebijakan yang diambil harus benar-benar kebijakan yang adil dan bermartabat agar kemudian rakyat menjadi rakyat yang sejahterah tanpa ada yang miskin sedikitpun.
Kedua, memancarkan seluruh peraturan yang mengatur kehidupan manusia baik pada aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Sehingga, dalam pengambilan kebijakan senantiasa tidak bertentangan dengan ide dasar yang menjadi sumber dalam pengambilan kebijakan. Misalkan dalam pembuatan undang-undang, entah itu undang-undang pangan, UU-Mineral, UU-SDA, UU-Pidana, UU-Perdata dan lain sebagainya, harusnya kita mengambil kajiannya dari ide dasar yang menjadi sumber hukum tersebut. Tidak perlu kemudian para pengambil kebijakan melakukan studi banding keluar negeri untuk menyesuaikan pasal-pasal dalam undang-undang tersebut sementara negara yang yang dikunjungi bukan negara yang menerapkan ideologi yang sama dengan negara kita.
Ideologi sangat penting dalam sebuah negara dalam menjaga keutuhan dan martabat sebuah negara. Apakah negara itu akan menjadi negara super-power atau hanya sekedar negara yang penguasanya adalah penguasa “boneka” yang akan melanggengkan penjajahan? Ataukan ingin menjadi negara yang sering didikte oleh negara lain yang jelas-jelas mengambil ideologi tertentu dalam menentukan martabar negaranya? Tingga kita menetukan sikap apakah kita mau menjadi negara yang mandiri dan martabat ataukan sebaliknya? Untuk menentukan apakah ideologi atau hanya sekedara set of philoshopy (sekumpulan pandangan), setidaknya memiliki tiga kriteria ideologi, yaitu: menerapkan, menjaga dan menyebarluaskan ideologi.
Pertama, menerapkan ideologi. Tentu saja sebuah negara harus menerapkan ideologi agar kebijakan yang dihasilkan suatu negara dalam memakmurkan dan memberikan kesejahteran kepada rakyat.
Kedua, ideologi harus dijaga oleh negara tanpa ada gerakan “bugat” atau pembangkan, perlawanan, dan permusuhan terhadap negara. Sehingga, seharusnya ideologi yang diterapkan adalah aturan yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia dan sesuai dengan tuntutan rakyat.
Ketiga, dalam menyebarluaskan ideologi tujuannya adalah agar ideologi tersebut bisa diemban oleh negara lain dalam mengokohkan eksistensinya dalam menguasai dunia. Itulah tuujuan dasar dalam menyebarluaskan ideologi di negeri-negeri lainnya minimal negara tersebut menjadi negara yang berkerja sama dengan negara yang menyebarluaskan ideologi.
Berdasarkan ketiga kriteria tersebut yang dijadikan indikator penilaian terhadap ideologi yang ada didunia ini, maka hanya ada tiga ideologi yang memenuhi indikator tersebut, yaitu: sosialis-komunis, kapitalisme-liberal, dan islam. Sosialis-komunis adalah ideologi yang diterapkan oleh Unisoviet (Rusia) yang menjadi negara superpower pada masa pemerintahannya dan telah runtuh pada tahun 1990-an, ada beberapa negara yang merapkannya, diantaranya cina, korea utara, kuba, indonesia pada pemerintahan Suekarno, dan negara lainnya. Kapitalisme-liberal yang saat ini yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan “konco-konconya” yang melakukan imperialisme di negara-negara yang tidak berdaya dalam menanamkan pengaruh ideologinnya pada negara tersebut dan hampir separuh negara di dunia saat ini mengambil ideologi kapitalisme dan menerapkan di negaranya, sehingga pantas kita katakan bahwa pemimpinya adalah pemimpin boneka yang terus berlindung di bawah ketiak AS sampai di akhir masa kekuasaannya.
Sementara islam telah diterapkan pada selama 13 abad berkuasa mulai Nabi saw berhijrah di Madinah sampai pada masa Khilafah Usmaniyah di Angkara-Turki saat ini yang diruntuhkan oleh Mustafa Kemal Athatur pada tanggal 3 Maret 1924. Pada masa itu ideologi Islam menjadi ideologi yang diterapkan oleh Khilafah islam dan menjadi negara yang menguasai dunia sehingga dalam penyebarluasan ideologinya dengan dakwah dan jihad. Itulah yang dilakukan oleh Khilafah dalam menyebarluaskan islam agar islam menjadi rahmatan lil alamin. Dan saat ini, tidak ada satupun negara di dunia yang menerapkan islam sebagai ideologi meskipun rakyatnya mayoritas islam. Sehingga, kaum muslimin tidak berdaya melawan imperialisme dan seluruh kekayaan alamnya dikuras habis oleh Asing melalui penguasa bonekanya.
Ideologi Indonesia
Indonesia menerapkan ideologi Pancasila, kata teman saya dalam sebuah dialog. Saya menyatakan jika pancasila adalah ideologi, kita akan uji apakah benar pancasila itu ideologi? Berdasarkan ketiga indikator di atas yang dijadikan patokan maka pancasila bukan ideologi melainkan set of philosphy atau sekumpulan pandangan filosofis tentang ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang dijadikan dasar negara. Sehingga pancasila tidak mencukupi untuk mengatur negara ini (not sufficient).
Bisa dibuktikan, sepanjang sejarah kemerdekaan indonesia, pemimpin yang mengambil kendali dan otoritas kebijakan negara justru mengambil sistem ideologi yang berbeda. Misalkan rezim orde lama menggunakan sosialisme, orde baru menggunakan kapitalisme, dan rezim sekarang justru menggunakan neo-liberalisme (kapitalisme-liberal). Padahal ideologi yang digunakan adalah pancasila, tetapi kenapa setiap rezim itu berbeda dalam mengambil ideologinya. Jadi, meski pada tingkat filosofisnya semua mengaku menerapkan pancasila, tetapi sistem yang digunakan ternyata lahir dari ideologi sekularisme baik bercorak sosialis-komunis maupun kapitalisme liberal. Karena pada faktanya yang diberikan pancasila hanya sebatas gagasan atau pandangan filosofis, padahal untuk mengatur negara tidak cukup gagasan filosofis tetapi juga pengaturan yuridis yang mencakup apa yang dilakukan oleh negara dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh negara.
Jikalau negara kita betul-betul menerapkan pancasila, tentunya banyak sekali peraturan dan kebijakan pemerintah dalam undang-undangnya yang perlu dipertanyakan apakah betul-betul sesuai dengan pancasila atau tidak? Justru jawabanya tidak, misalkan UU Penanaman Modal yang memberikan Asing untuk melakukan Investasi besar-besaran nyaris tannpa hambatan, UU-Migas yang merugikan pertamina, UU-Sumber Daya Air, dan banyak lagi undang-undang yang tidak pro-rakyat akan tetapi semuannya pro-Asing. Hampir semua keayaan alam kita sudah diprivatisasi oleh Asing melalui undang-undang yang dibuat oleh negara. Yang menjadi pertaanyaan besar adalah apakah semua kebijakan tersebut berdasarkan Pancasila????
Inilah yang menjadi renungan bagi bangsa kita dalam menetukkan sikap dalam kemandirian bangsa tanpa ada tekanan dari pihak lain. Karena kita tidak tahu apakah bangsa kita akan bertahan lama dengan sistem dan ideologi yang diterapkan saat ini? Ataukan kita menggantikannya dengan ideologi Islam? Tinggal rakyat sajalah yang akan menentukan sikap untuk mendesak para pengambil kebijakan dan rezim yang memiliki otoritas untuk perubahan sistem bangsa kita agar menjadi bangsa yang bermartabat dan disegani lawan serta menjadi bangsa yang Baldatun Thoibatun wa rabun Ghafur.
Pertama, ide dasar (aqidah aqliyah), yaitu merupakan sebuah asas yang menjadi sumber aturan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan. Kebijakan yang diambil harus benar-benar kebijakan yang adil dan bermartabat agar kemudian rakyat menjadi rakyat yang sejahterah tanpa ada yang miskin sedikitpun.
Kedua, memancarkan seluruh peraturan yang mengatur kehidupan manusia baik pada aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Sehingga, dalam pengambilan kebijakan senantiasa tidak bertentangan dengan ide dasar yang menjadi sumber dalam pengambilan kebijakan. Misalkan dalam pembuatan undang-undang, entah itu undang-undang pangan, UU-Mineral, UU-SDA, UU-Pidana, UU-Perdata dan lain sebagainya, harusnya kita mengambil kajiannya dari ide dasar yang menjadi sumber hukum tersebut. Tidak perlu kemudian para pengambil kebijakan melakukan studi banding keluar negeri untuk menyesuaikan pasal-pasal dalam undang-undang tersebut sementara negara yang yang dikunjungi bukan negara yang menerapkan ideologi yang sama dengan negara kita.
Ideologi sangat penting dalam sebuah negara dalam menjaga keutuhan dan martabat sebuah negara. Apakah negara itu akan menjadi negara super-power atau hanya sekedar negara yang penguasanya adalah penguasa “boneka” yang akan melanggengkan penjajahan? Ataukan ingin menjadi negara yang sering didikte oleh negara lain yang jelas-jelas mengambil ideologi tertentu dalam menentukan martabar negaranya? Tingga kita menetukan sikap apakah kita mau menjadi negara yang mandiri dan martabat ataukan sebaliknya? Untuk menentukan apakah ideologi atau hanya sekedara set of philoshopy (sekumpulan pandangan), setidaknya memiliki tiga kriteria ideologi, yaitu: menerapkan, menjaga dan menyebarluaskan ideologi.
Pertama, menerapkan ideologi. Tentu saja sebuah negara harus menerapkan ideologi agar kebijakan yang dihasilkan suatu negara dalam memakmurkan dan memberikan kesejahteran kepada rakyat.
Kedua, ideologi harus dijaga oleh negara tanpa ada gerakan “bugat” atau pembangkan, perlawanan, dan permusuhan terhadap negara. Sehingga, seharusnya ideologi yang diterapkan adalah aturan yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia dan sesuai dengan tuntutan rakyat.
Ketiga, dalam menyebarluaskan ideologi tujuannya adalah agar ideologi tersebut bisa diemban oleh negara lain dalam mengokohkan eksistensinya dalam menguasai dunia. Itulah tuujuan dasar dalam menyebarluaskan ideologi di negeri-negeri lainnya minimal negara tersebut menjadi negara yang berkerja sama dengan negara yang menyebarluaskan ideologi.
Berdasarkan ketiga kriteria tersebut yang dijadikan indikator penilaian terhadap ideologi yang ada didunia ini, maka hanya ada tiga ideologi yang memenuhi indikator tersebut, yaitu: sosialis-komunis, kapitalisme-liberal, dan islam. Sosialis-komunis adalah ideologi yang diterapkan oleh Unisoviet (Rusia) yang menjadi negara superpower pada masa pemerintahannya dan telah runtuh pada tahun 1990-an, ada beberapa negara yang merapkannya, diantaranya cina, korea utara, kuba, indonesia pada pemerintahan Suekarno, dan negara lainnya. Kapitalisme-liberal yang saat ini yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan “konco-konconya” yang melakukan imperialisme di negara-negara yang tidak berdaya dalam menanamkan pengaruh ideologinnya pada negara tersebut dan hampir separuh negara di dunia saat ini mengambil ideologi kapitalisme dan menerapkan di negaranya, sehingga pantas kita katakan bahwa pemimpinya adalah pemimpin boneka yang terus berlindung di bawah ketiak AS sampai di akhir masa kekuasaannya.
Sementara islam telah diterapkan pada selama 13 abad berkuasa mulai Nabi saw berhijrah di Madinah sampai pada masa Khilafah Usmaniyah di Angkara-Turki saat ini yang diruntuhkan oleh Mustafa Kemal Athatur pada tanggal 3 Maret 1924. Pada masa itu ideologi Islam menjadi ideologi yang diterapkan oleh Khilafah islam dan menjadi negara yang menguasai dunia sehingga dalam penyebarluasan ideologinya dengan dakwah dan jihad. Itulah yang dilakukan oleh Khilafah dalam menyebarluaskan islam agar islam menjadi rahmatan lil alamin. Dan saat ini, tidak ada satupun negara di dunia yang menerapkan islam sebagai ideologi meskipun rakyatnya mayoritas islam. Sehingga, kaum muslimin tidak berdaya melawan imperialisme dan seluruh kekayaan alamnya dikuras habis oleh Asing melalui penguasa bonekanya.
Ideologi Indonesia
Indonesia menerapkan ideologi Pancasila, kata teman saya dalam sebuah dialog. Saya menyatakan jika pancasila adalah ideologi, kita akan uji apakah benar pancasila itu ideologi? Berdasarkan ketiga indikator di atas yang dijadikan patokan maka pancasila bukan ideologi melainkan set of philosphy atau sekumpulan pandangan filosofis tentang ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang dijadikan dasar negara. Sehingga pancasila tidak mencukupi untuk mengatur negara ini (not sufficient).
Bisa dibuktikan, sepanjang sejarah kemerdekaan indonesia, pemimpin yang mengambil kendali dan otoritas kebijakan negara justru mengambil sistem ideologi yang berbeda. Misalkan rezim orde lama menggunakan sosialisme, orde baru menggunakan kapitalisme, dan rezim sekarang justru menggunakan neo-liberalisme (kapitalisme-liberal). Padahal ideologi yang digunakan adalah pancasila, tetapi kenapa setiap rezim itu berbeda dalam mengambil ideologinya. Jadi, meski pada tingkat filosofisnya semua mengaku menerapkan pancasila, tetapi sistem yang digunakan ternyata lahir dari ideologi sekularisme baik bercorak sosialis-komunis maupun kapitalisme liberal. Karena pada faktanya yang diberikan pancasila hanya sebatas gagasan atau pandangan filosofis, padahal untuk mengatur negara tidak cukup gagasan filosofis tetapi juga pengaturan yuridis yang mencakup apa yang dilakukan oleh negara dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh negara.
Jikalau negara kita betul-betul menerapkan pancasila, tentunya banyak sekali peraturan dan kebijakan pemerintah dalam undang-undangnya yang perlu dipertanyakan apakah betul-betul sesuai dengan pancasila atau tidak? Justru jawabanya tidak, misalkan UU Penanaman Modal yang memberikan Asing untuk melakukan Investasi besar-besaran nyaris tannpa hambatan, UU-Migas yang merugikan pertamina, UU-Sumber Daya Air, dan banyak lagi undang-undang yang tidak pro-rakyat akan tetapi semuannya pro-Asing. Hampir semua keayaan alam kita sudah diprivatisasi oleh Asing melalui undang-undang yang dibuat oleh negara. Yang menjadi pertaanyaan besar adalah apakah semua kebijakan tersebut berdasarkan Pancasila????
Inilah yang menjadi renungan bagi bangsa kita dalam menetukkan sikap dalam kemandirian bangsa tanpa ada tekanan dari pihak lain. Karena kita tidak tahu apakah bangsa kita akan bertahan lama dengan sistem dan ideologi yang diterapkan saat ini? Ataukan kita menggantikannya dengan ideologi Islam? Tinggal rakyat sajalah yang akan menentukan sikap untuk mendesak para pengambil kebijakan dan rezim yang memiliki otoritas untuk perubahan sistem bangsa kita agar menjadi bangsa yang bermartabat dan disegani lawan serta menjadi bangsa yang Baldatun Thoibatun wa rabun Ghafur.